Sejarah Galungan dan Kuningan
Perayaan Galungan dan Kuningan merupakan salah satu tradisi paling signifikan dalam kalender adat Bali, yang menggambarkan hubungan masyarakat dengan ajaran Hindu. Asal usul perayaan ini dapat ditelusuri kembali ke keyakinan masyarakat Bali yang mendasarkan hidupnya pada siklus waktu dan reinkarnasi. Galungan, yang berarti kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan), diperingati setiap 210 hari dalam perhitungan kalender Bali.
Dalam konteks sejarah, Galungan dirayakan untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal; diyakini bahwa pada hari tersebut, roh-roh leluhur kembali ke dunia untuk mengunjungi keluarga mereka. Ritual dalam perayaan ini mengandung berbagai simbolisme, termasuk persembahan yang disiapkan di pura-pura serta penataan bunga dan makanan khas yang mencerminkan rasa syukur masyarakat Bali kepada alam dan para dewa. Kuningan, yang diselenggarakan sepuluh hari setelah Galungan, merupakan saat untuk mengakhiri rangkaian perayaan ini, di mana keluarga melakukan ritual pemujaan tambahan untuk memanjatkan doa dan puja kepada Sang Hyang Widhi, mengakui dan mempromosikan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.